Pasar dan Neoliberalisme

Lama tak terdengar kata neoliberalisme. Mungkin, terlalu sering mendengar kata viral, generasi milenial, atau terlalu sibuk dengan media sosial, sehingga kata neoliberalisme menjadi tenggelam. Padahal setelah perang dunia pertama, neoliberalisme seperti bayi yang digadang-gadang menjelma menjadi seorang manusia yang dapat mengatur keruwetan ekonomi dunia.

Pasar, pada awalnya begitu yakin bahwa ia dapat menjalankan fungsinya tanpa ikut campur tangan orang lain. Ia mampu mengurus dirinya sendiri. Negara tidak perlu cawe-cawe. Demikian juga instuti lainnya. Pasar, dengan penuh keyakinan akan berjalan sesuai dengan pikiran dan nalarnya sendiri.

Akan tetapi, setelah perekonomian dunia terjerumus ke dalam depresi besar pada tahun 1930-an, kepercayaan terhadap ekonomi pasar merosot drastis. Pasar, bukan hanya tidak mampu mengurus dirinya sendiri, tetapi malah menjadi sumber malapetaka bagi kehidupan manusia. Memang tahun tersebut terjadi Perang Dunia Pertama. Namun apakah pengangguran masal saat itu dominan karena perang? Jawabnya tentu saja tidak. Justru faktor ekonomilah yang menjadi biangnya.

Dalam situasi seperti itu, ekonom dari Jerman yang dimotori oleh Walt Whitman Rostow dan Walter Eucken mengusulkan dilakukannya perbaikan terhadap paham ekonomi pasar, yaitu dengan memperkuat peranan negara. Gagasan ini ternyata diboyong ke Chicago, dan diberi lebel neoliberalisme. Intinya, kebebasan bersaing antar individu, kepemilikan pribagi untuk mengolah produksi diakui, pembentukan pasar bukanlah alami, namun dibentuk oleh negara.

Ciri-ciri liberalisme antara lain:

Pasar Bebas. Ini adalah inti dari neoliberalisme. Diyakini bahwa pasar yang tidak diatur oleh pemerintah akan secara efisien mengalokasikan sumber daya dan menghasilkan kemakmuran.

Deregulasi. Pemerintah harus mengurangi peraturan yang dianggap menghambat bisnis dan inovasi. Ini termasuk deregulasi pasar tenaga kerja, lingkungan, dan keuangan. Tujuannya adalah untuk mengurangi "biaya" bagi perusahaan dan meningkatkan daya saing.

Privatisasi. Aset dan layanan yang sebelumnya dimiliki atau dikelola oleh negara (misalnya, perusahaan listrik, air, kereta api, pendidikan, kesehatan) harus dijual kepada sektor swasta. Argumennya adalah bahwa sektor swasta lebih efisien dan inovatif dalam menyediakan barang dan jasa.

Peran Negara yang Terbatas: Peran utama negara menurut neoliberalisme adalah untuk melindungi hak milik, menegakkan kontrak, dan memastikan berfungsinya pasar. Negara tidak boleh menjadi produsen barang atau penyedia layanan utama.

Globalisasi. Neoliberalisme sangat terkait dengan globalisasi ekonomi, di mana modal, barang, dan jasa dapat bergerak bebas melintasi batas negara. Organisasi seperti IMF, Bank Dunia, dan WTO sering dianggap sebagai pilar institusional yang mempromosikan agenda neoliberal.

Neoliberalisme adalah sebuah kerangka ekonomi yang kuat dengan dampak signifikan pada lanskap ekonomi dan sosial global. Meskipun pendukungnya mengklaim bahwa ia membawa kemakmuran dan efisiensi, kritikus menyoroti masalah ketimpangan, krisis, dan dampak negatif terhadap lingkungan dan layanan publik. Penting bagi kita untuk memahami dan konsekuensi dari penerapan kebijakan neoliberalisme, mempertimbangkan konteks spesifik setiap negara, dan mencari keseimbangan antara efisiensi pasar dan keadilan sosial.

Sumber bacaan: Bahasa Neoliberalisme, karya Revrisond Baswir

 

 

 

Posting Komentar untuk "Pasar dan Neoliberalisme"