Jum'at Berkah
Memahami al Qur’an merupakan sebuah tuntunan bagi umat Islam. Karena al Qur’an menjadi pedoman hidup serta petunjuk untuk meraih kebahagiaan. Cara untuk mengenalnya dapat mendengarkan dari seorang yang ahli agama. Dapat pula dengan membaca tafsir al Qur’an. Atau dapat pula mengikuti komunitas yang membicarakan tentang al Qur’an.
Ada kalanya kita menjumpai sebuah ayat yang
sangat mudah dipahami, tanpa harus dibantu dengan membaca tafsir. Sebaliknya,
terkadang kita juga menemui sebuah ayat yang susah untuk dimengerti. Dibantu
membaca tafsir al qur’an, juga masih belum paham. Bahkan antar tafsir al qur’an
berbeda makna.
Dalam istilah al qur’an, ayat yang langsung
dapat dipahami disebut muhkamat, yang artinya sesuatu yang kokoh, jelas,
fasih dan membedakan antara yang hak dan batil. Muhkamat memiliki maksud
ayat yang pasti dan tidak samar. Artinya, ayat muhkamat adalah pemahaman
yang tidak meragukan. Contoh, dalam surat asy Syura ayat 11. “Tidak ada
sesuatupun yang serupa dengan Dia”.
Berbeda dengan Mutasyabihat. Secara
etimologi, kata mutasyabihat berasal dari kata tasyabuh yang artinya
samar hingga hampir serupa. Ayat mutasyabihat sering berkaitan dengan
sifat Allah. Contoh dalam surat al Fath ayat 10. “yadullah fauna aydihim” yang
apabila diterjemahkan secara bebas berarti tangan Allah di atas tangan-tangan
mereka. Maka para ulama sepakat, bahwa ayat tersebut dita’wilkan
(ditinjau kembali permasalahan) menjadi kekuasaan.
Allah memang sengaja memberi makna Muhkamat
dan Mutasyabihat. Surat Ali Imron: 7 menjeskan bahwa …... Di antaranya ada ayat-ayat yang muhkamat, itulah
pokok-pokok Kitab (Al-Qur'an) dan yang lain mutasyabihat. Adapun orang-orang
yang dalam hatinya condong pada kesesatan, mereka mengikuti yang mutasyabihat
untuk mencari-cari fitnah….
Hikmah yang terkandung dari ayat mutasyabihat,
pertama, bahwa manusia harus selalu mencari ilmu, menjawab semua permasalahan
yang timbul akibat dari pikiran manusia sendiri.
Kedua, Akal manusia sedang dicoba oleh Allah,
seberapa tangguh usaha manusia dalam memahami ilmuNya. Dengan tetap berusaha,
manusia akan terhindar dari sifat sombong, karena kefakiran ilmu manusia.
Ketiga, teguran bagi manusia, sebagaimana
Allah menyebutkan wa ma yadzdzakkaru ila ulu al-albab sebagai
cercaan terhadap orang-orang yang mengutak-atik ayat-ayat mutasyabih.
Sebaliknya Allah memberikan pujian bagi orang-orang yang mendalami ilmunya,
yakni orang-orang yang tidak mengikuti hawa nafsunya untuk mengotak-atik
ayat-ayat mutasyabih sehingga mereka berkata rabbana la tuzighqulubana.
Posting Komentar untuk "Muhkamat dan Mutasyabihat"