Nabi Musa dan Bani Israil

Jum'at Berkah

“Ya Tuhanku, aku tidak menguasai kecuali diriku sendiri dan saudaraku, sebab itu pisahkanlah antara kami dengan orang-orang yang fasik itu”. (Al Maidah: 25)

Ayat di atas adalah do’a Nabi Musa. Latar belakang permohonan do’a itu bermula dari datangnya perintah Allah swt kepada Bani Israil yang baru saja selamat dari kejaran bala tentara Fir’aun dengan menyeberangi Laut Merah untuk pergi menuju tanah suci yang dijanjikan. Bani Israil merasa ketakutan untuk berperang.

Tatkala Allah mewahyukan perintah-Nya kepada Musa untuk memimpin kaumnya pergi ke Palestina, tempat suci yang telah dijanjikan Allah kepada Ibrahim untuk menjadi tempat tinggal anak cucunya, mereka membangkang dan enggan melaksanakan perintah itu. Alasannya, mereka harus menghadapi suku Kan’an, yang menurut anggapannya adalah orang-orang yang kuat dan perkasa, yang tidak dapat dikalahkan dan diusir. Mereka tidak percaya kepada janji Allah melalui Musa. Padahal Allah telah berjanji (lewat Musa), bahwa melalui pertolongan-Nya mereka dapat mengusir suku Kan’an dari kota Ariha untuk dijadikan tempat pemukiman mereka selama-lamanya.

Kan’an adalah istilah kuno untuk wilayah yang meliputi Israil, Palestina, Lebanon, sebagian Yordania dan Sebagian kecil Mesir bagian timur laut. Bangsa Kan’an merupakan keturunan Nabi Nuh, yang berusia sekitar 950 tahun. Salah satu keturunan Nabi Nuh adalah Yam (Kan’an) tidak melahirkan keturunan karena meninggal tenggelam dalam banjir bandang. Adapun bangsa Kan’an yang kemudian menempati Tanah Kan’an berasal dari keturunan Kan’an bin Ham bin Nuh.

Itulah sebabnya, mungkin mereka enggan diajak Nabi Musa untuk hijah ke Palestina dengan dasar bahwa bangsa Kan’an masih kuat. Padahal di sisi lain, Nabi Musa mengajak mereka agar terhindar dari kejaran sisa-sisa tentara Fir’aun.

Di antara Bani Israil itu, ada dua orang bertaqwa yang menasehati agar masuk dari pintu kota supaya mereka mendapatkan kemenangan. Akan tetapi Bani Israil menolak nasehat itu dan melontarkan kepada Musa, dengan kalimat yang menunjukkan pembangkangan dan sifat pengecut. Mereka bahkan mengucapkan “Pergilah engkau bersama Tuhanmu dan berperanglah, sementara kami menunggu disini”.

Maka bertambahlah marah Nabi Musa kepada kaumnya yang lupa nikmat Allah. Ditengah keputusasaan itu, Nabi Musa berdo’a agar dipisahkan dengan orang-orang fasik. Yaitu orang-orang yang enggan untuk berusaha menyambut tanah yang dijanjikan. Sikap Nabi Musa, menyerahkan masalahnya kepada Allah. Adapun hasil dan nasib kaumnya, sepenuhnya dikembalikan kepada Allah.

Posting Komentar untuk "Nabi Musa dan Bani Israil"