Impresionisme digunakan pertama kali dalam melukis yang tidak mementingkan keserupaan bentuk fisik lukisan dengan obyeknya, melainkan mengutamakan efek cahaya dan kesan yang timbul secara subyektif.
Bayangkan, ada seorang impresionis
di tepi sungai. Dia tidak tertarik untuk melukis sungai itu sendiri secara
presisi anatomis, melainkan bagaimana cahaya matahari memantul di
permukaan air pada jam tertentu, bagaimana kabut pagi memudarkan tepian, atau
bagaimana warna-warna bercampur dalam retina mata mereka. Ini adalah pergeseran
dari "apa yang ada" menjadi "bagaimana itu dirasakan".
Impresionisme
bersumber dari Bahasa Latin “praestare” yang artinya menawar atau memberi. Impresionisme
adalah pengakuan akan subjektivitas persepsi.
Lain halnya dengan tradisi seni sebelumnya yang berusaha memberikan realitas
obyektif. Para impresionis justru terpikat oleh momen yang fana. Sensasi
visual yang fiktif justru disodorkan kepada penikmat seni.
Ini sejalan dengan pemikiran filosofis yang berkembang pada masa itu, (pertengahan abad ke-19) yang mulai mempertanyakan gagasan tentang kebendaan yang absolut.
Pelopor perupa gaya impresionisme
antara lain: Calaude Monet (1840 – 1926), Piere Aguste Renoir (1841
-1919), Edagar Degas (1834 – 1917), dan lain-lain. Mereka itu penyandang
pelukis impresionis.
Dalam kesusastraan juga ada cara menulis
gaya impresionisme, yaitu memaparkan tentang adegan, perasaan atau watak
dengan teliti agar dapat menimbulkan efek lebih hidup dalam membangunkan kesan
subyektif pembaca. Gaya ini berkebalikan dengan tulisan model deskripsi.
Contoh sastrawan impresionis antara lain: Varliane (1844 – 1896), Stepane Mallarme (1842 – 1898), Jules Laforgue (1860 – 1887). Sastrawan yang bercorak impresionisme disebut juga kaum simbolis.
Sumber bacaan : Buku "Kamus Istilah Sastera Indonesia" karya Ajip Rosidi
Posting Komentar untuk "Impresionisme"