Andai Anda berjalan melewati sebuah perkampungan, yang rumahnya terbuat dari kayu, lengkap dengan ukiran yang indah, saya pastikan untuk saat ini sudah jarang terlihat. Kecuali di daerah tertentu, seperti Jepara, Kudus dan sekitarnya. Tetapi, bila menemui di sebuah pemukiman, maka itu adalah pengecualian. Mereka yang tinggal di rumah-rumah tersebut, adalah orang yang menjunjung tinggi kebudayaan nenek moyang mereka.
Di
Kotagede misalnya. Terutama di kampung Tegal Gendu, masih bertengger berjejer
rapi rumah kayu yang diukir demikian ritmis. Seni ukirnya khas, berbeda kalau
dibandingkan dengan di Kawasan Jepara. Ornamennya terlihat njawani. Tak
beda jauh dengan seni kraton yang cantik itu.
Kalau
harus melihat yang original, tentu bukanlah perkara yang mudah. Bagaimanapun,
kekuatan kayu ada batasnya. Beberapa bagian dari rumah tersebut sudah mengalami
restore atau perbaikan. Bahkan mungkin juga warna catnya juga telah
menyesuaikan dengan perkembangan jaman.
Pertanyaanya,
siapa sebenarnya tukang-tukang kayu yang membangun rumah itu? Padahal, kalau diukur
dengan umur, saat itu belum ada ilmu geometri sebagai dasar untuk melukis
gambar-gambar yang simetris.
Omah
Kalang atau Rumah Kalang, demikian orang menyebut. Kalang artinya “batas”.
Artinya komunitas mereka sengaja dibatasi dengan dalih orang kalang itu liar,
sehingga dapat membahayakan masyarakat setempat.
Literatur
sejarah, istilah kalang dapat dijumpai pada masa kepemimpinan Raja Dyah Baletung
(898 – 910 M) di Bojonegoro. Terbukti, hingga sekarang, di Kawasan Kedewan Bojonegoro
memang banyak dijumpai peninggalan kalang.
Hermanus
Johannes de Graff dan Theodoor Pigeaud menulis dalam
buku Kerajaan-kerjaan Islam di Jawa: Peralihan dari Majapahit ke Mataram (1974),
menyebutkan bahwa pada abad ke-17, kaum Kalang di daerah berhutan di Jawa
Tengah dan Jawa Timur mempunyai pemimpin-pemimpin sendiri. Mungkin Kalang sudah
sejak zaman pra Islam yang mendiami hutan-hutan. Tapi mereka, terus menerus
terdesak. Sejalan dengan didirikannya perkotaan, mereka terdesak masuk hutan.
Kamus
Poerwodarminto, menyebutkan bahwa Kalang berasal dari kaalang yang
berarti dikelilingi atau dikepung. Mereka berprofesi khusus sebagai tukang
kayu, atau yang mengolah kayu menjadi sebuah bangunan. Orang Kalang dipercaya
memiliki kemampuan dalam hal perkayuan, mengenal banyak jenis pohon, serta
mahir memilih pohon yang baik untuk bangunan. Sehingga banyak yang memakai jasanya,
khususnya bagi yang akan membuat rumah tempat tinggal.
Bila
benar bahwa orang Kalang berasal dari wilayah Bojonegoro, maka tidak heran.
Karena daerah itu, memanjang dari timur hingga ke barat, sampai Tegal, terkenal
dengan hutan kayu jati. Masyarakat lebih mengenal alas roban.
Tidak
semua orang Kalang terdesak masuk hutan. Di Kotagede, Yogyakarta, Sultan
Agung menggunakan keahlian orang Kalang untuk membangun keraton. Orang
kalang diberi kebebasan bermukim di Kotagede. Bahkan, ditemukan juga komunitasnya,
dan mereka dikenal sebagai saudagar kaya yang memiliki rumah-rumah mewah.
Mitsuo
Nakamura, dalam bukunya Bulan Sabit MUncul dari Balik Pohon
Beringin (1983), mencatat bahwa, orang Kalang termasuk orang kaya. Saking
kayanya, orang Kalang terlihat mencolok dari rumah-rumah mewah yang mereka tinggali.
Kebesaran kekayaan orang Kalang yang trekumpul dengan mudah dapat dikenali
dengan melihat sekitar lusinan rumah-rumah besar bak istana yang dibangun selama
dasawarsa awal abad ke-20.
Bahan
bacaan: Majalah Intisari, Juni 2023
Posting Komentar untuk "Orang Kalang"