Ilmu yang telah didapatkan dari bangku sekolah, kuliah atau di lembaga pendidikan lainnya, dengan penuh ketekunan, adalah sebuah usaha untuk berakit-rakit kehulu, berenang ketepian. Beragam studi menunjukkan bahwa ketekunan untuk menjalani sesuatu secara mendalam dan memakan waktu cukup lama merupakan daya resiliensi.
Resiliensi
adalah perilaku ketekunan, konsentrasi dan fokus yang mendalam. Sebuah usaha
yang tak kenal lelah, pantang menyerah bila menemui hambatan. Aktifitas demikian
adalah kecakapan untuk menunda kesenangan seketika. Orang yang terbiasa dengan
perilaku seperti ini, adalah mereka yang menghargai proses, terbiasa berfikir
nalar, tak mudah percaya bila belum dibuktikan sendiri.
Semua
itu, hancur dirusak oleh hadirnya smartphone.
Pembaca,
berapa jam Anda memanfaatkan smartphone untuk kebutuhan sehari-hari?
Hanya pada saat dibutuhkan? Sesekali saja? Atau malah setiap detik tak pernah
lepas dari smartphone? Sebuah survey membuktikan, bahwa seseorang memegang
gadget minimal 5 jam per hari. Orang asyik memainkan scroll atas-bawah untuk
memperoleh informasi. Terlepas dari informasi itu penting untuk menunjang
pekerjaan, atau hanya sekedar say-hello dengan kawan.
Disinyalir
bahwa dengan adanya gadget, kegiatan membaca jadi terbengkelai. Alat gawai
mampu melibas kebiasaan membaca. Orang lebih senang membaca informasi sekilas
dibanding dengan membaca. Sebelum aplikasi facebook (FB) muncul, aktifitas
berinternet lebih didominasi dengan mengunyah berita atau membaca blog. Begitu
FB hadir, orang lebih suka melihat status dan komentar suka-suka di lapak FB
sahabat.
Penggunaan
smartphone dalam frekuensi yang terlalu sering akan menurunkan secara
signifikan “attention span” (rentang focus perhatian) dalam diri kita.
Kita jadi makin sulit membangun perhatian yang mendalam pada satu titik
perhatian. Melalui kegiatan scroll dan klik layar secara berulang, pikiran kita
dilatih untuk terus melompat-lompat. Dari satu kanal ke kanal lain.
Bermain
hp secara masif (kecuali memainkan hp untuk urusan dapur), akan menemukan
kenikmatan instan, kebahagiaan sesaat, dan akan selalu mencari kepuasan sesaat
di kanal lain.
Kalau
hanya untuk cek medsos, chating jumpalitan, mengejar guyonan di grup WA,
browshing yang tak berdampak pada skill, selayaknya harus diakhiri. Secara
perlahan, keterikatan pada HP seyogyanya dikurangi pada porsi yang optimal,
sebelum smartphone addiction benar-benar menjadi benalu.
Posting Komentar untuk "Smartphone Addiction"