Wong
kang besusu kepati-pati
Watake
sok mlaratan
Seda-suda
rijekine
Sarta
anunungkul ing tyas
Kang
mring kawicaksanan
Mbok
rijeki gila ndulu
Wong
jelarat memeretan
(Serat
Sana Sunu, Tembang III: Asmaradana, bait ke-15)
Fenomena
Suka Pamer atau dalam istilah psikologi sering disebut flexing atau bragging
memiliki akar dan dampak psikologis yang dapat menjelaskan mengapa perilaku ini
justru bisa mengurangi kemajuan atau kualitas hidup seseorang. Dalam Bahasa
agama disebut riya’.
Orang
yang selalu mementingkan pakaian, pada dasarnya akan mudah menjadi melarat, dan
makin hari makin berkurang rizkinya. Perilaku seperti ini akan menghilangkan
sifat lalai, yang berakibat akan menafikan sifat bijaksana.
Orang
yang suka pamer sering kali memiliki masalah mendasar dengan harga diri (self-esteem)
mereka. Mereka merasa tidak aman (insecure) dan membutuhkan pengakuan
atau validasi dari pihak eksternal (orang lain) untuk merasa berharga. Siapapun
senang bila dipuji, akan tetapi janganlah pujian itu menjadikan kita menjadi
sombong. Perasaan tersanjung dapat memberikan motivasi kepada yang dipuji.
Atau, orang yang dipuji akan lebih percaya diri.
Pujian
terkadang dapat membuat kita “terbang ke angkasa”, sehingga ada rasa keinginan
yang kuat untuk selalu dipuji. Wajar bila ada orang yang mementingkan “pakaian”
untuk selalu dipertontonkan. Orang yang demikian, dalam pikirannya selalu ingin
tampil menarik. Dibalik itu, ada yang selalu mengintip yaitu kecemburuan sosial.
Keretakan
sosial akibat dari riya’ akan mengakibatkan hubungan yang rapuh dalam
kekerabatan. Pamer membuat orang lain sulit untuk menyukai atau mempercayai
mereka secara tulus. Mereka mungkin malah mendapatkan cibiran atau dijauhi,
sehingga mengurangi jejaring sosial yang suportif (yang juga merupakan bentuk
"rizki" non-material).
Orang
yang fokus pada pamer terobsesi pada hasil atau tampilan luar, bukan pada
proses dan integritas. Mereka terus-menerus membandingkan diri dengan orang
lain (perbandingan sosial), yang membuat mereka merasa tidak puas dengan
kehidupan dan diri mereka sendiri. Mereka memiliki prinsip harga diri. Nilai-nilai
hargi diri pelan-pelan akan lenyap, sehingga kualitas hidup sejati mereka
menurun.
Posting Komentar untuk "Suka Pamer, Semakin Mengurangi Rezeki"