![]() |
dokumen pribadi |
Gempita
silaturrahmi lebaran masih dapat kita rasakan hingga saat ini. Di kantor,
lembaga, atau di sudut kampung, masih terlihat menggeliat aktifitasnya. Tidak
hanya kelembagaan, rumah tanggapun masih ditemui. Tidak heran sang tuan rumah
terlihat kebingungan manakala tamu dating, tapi penganan telah habis.
Mengejar
silaturrahmi sama saja dengan mengejar pahala yang berhadiah masuk surga.
Karena yang akan digapai adalah surga, tentu dalam meraih tidak semudah dengan
apa yang dibayangkan. Godaan pasti ada. Kalau dulu, orang bersilaturami masih
susah, karena transportasinya masih susah. Namun, kesempatan masih sangat
terbuka lebar, karena belum banyak agenda acara yang harus dilaksanakan. Sekarang,
transportasi dan teknologi informasi sangat gampang didapatkan (meski macet),
tetapi kesempatan sulit diraih. Sehingga menengok saudara di kampung halaman
tidak merata. Rata-rata dikejar dead line waktu masuk kerja.
Pukul
13.00 ada SMS masuk, kalau ada saudara jauh dari Karanganyar datang ke rumah. Saya
tidak tahu persis dari jalur mana saudara ini. Kalau ditelusuri rumit. Tapi
tetap saudara. Orangnya sudah berumur 80 tahun lebih. Datang berdua dengan
istrinya dengan mengendarai sepeda motor. Tapi ingatan masih tajam, Terbukti
masih ingat jalan dan kampung. Saya
disuruh memanggil Mbah De (Simbah gede – Kakek tua). Untunglah ada Ibu mertua
yang bisa menunjukkan alur keturunan.
Setelah
saya cerita tentang keadaan keluarga trah kecil di keluarga, beliau juga
bercerita tentang keluarga. Hingga akhirnya ketahuan, bahwa selama beliau masih
kuat untuk mengunjungi kerabat, beliau akan terus mencari saudara yang telah
tercecer. Termasuk mertua saya (dan keturunannya) yang masih tergolong
keponakannya.
Saya jadi cemburu,
dengan semangat dan itikad beliau. Saya jadi bertanya sendiri. Mengapa kita sempat
dan mampu menyelenggarakan kegiatan silaturahmi di kampung, di kantor, sahabat sesama
alumni, tapi tidak sanggup untuk bersilaturami dengan keluarga sendiri.
Posting Komentar untuk "Dan Akupun Cemburu"