Jum'at Berkah
Iffah berasal dari bentuk masdar affa-ya‘iffu-iffah yang artinya menjauhkan diri dari hal-hal yang tidak baik. Iffah juga berarti kesucian. Dalam bahasa sehari-hari iffah berarti memelihara kehormatan diri dari segala hal yang akan merendahkan, merusak atau menjatuhkan.
Iffah dapat dilakukan setiap saat,
agar tetap berada dalam keadaan bersih dan suci. Menjaga kesucian dapat diawali
dari hati (kalbu), untuk tidak membuat angan-angan atau rencana yang tidak
baik. Sebab nilai kesucian dan kewibawaan seseorang bukan ditentukan oleh
ragawi, seperti jabatan, kekayaan atau keindahan wajah.
Dalam al Qur’an kata iffah dapat
ditemukan di beberapa ayat. Pertama dalam surat an Nur: 33. “Dan orang-orang
yang tidak mampu kawin hendaklah menjaga kesucian (diri)nya, sehingga Allah
memampukan mereka dengan karuni-Nya”. Disini, Allah mengatakan kepada
orang –orang yang beriman untuk menikahkan orang yang belum memiliki pasangan.
Bila mereka yang dinikahkan termasuk orang yang miskin, Allah akan menjadikan
mereka mampu dengan karunia-Nya. Faktor kemiskinan tidak menjadi penghalang
untuk menikahkan mereka. Allah sangat luas karunia-Nya, Maha Penyantun lagi
Maha Mulia. Kata pertama dalam ayat tersebut, dimaksudkan agar setiap orang
terjaga kesuciannya.
Kedua, Kebersihan jiwa dan
kejujuran. Suatu ketika Rasulullah bersabda “Jauhilah tujuh hal yang merusak”.
Salah seorang sahabat bertanya “Rasulullah, apa tujuh hal itu?” Beliau menjawab
“Syirik, sihir, membunuh orang yang diharamkan Allah kecuali dengan alasan yang
benar, makan harta anak yatim, makan riba, lari dari medan pertempuran, dan
menuduh berzina wanita-wanita yang terjaga (dari berzina) dan beriman”. (HR Abu
Hurairah).
Dari ketujuh hal di atas, yang
terkait langsung dengan iffah adalah makan harta anak yatim.
Surat Nisa ayat 6 menjelaskan bahwa seseorang harus mampu menjaga kesucian
dirinya dari harta anak yatim. Mengapa dalam ayat tersebut dijelaskan secara
rinci tentang harta anak yatim? Karena menurut sababun nuzul (sebab-sebab
turunnya ayat), ada seorang sahabat yang namanya Tsabit bin Rifa’ah RA yang
ditinggal mati ayahnya. Kemudian paman yang merawat mendatangi Rasulullah untuk
bertanya atas pengelolaan hartanya. Sehingga Allah perlu memberi peringatan
dengan kata-kata “ujilah”.
Ketiga, enggan meminta makanan
atau uang, padahal dalam keadaan sangat membutuhkan. Menjaga marwah terhadap
dirinya, cermin dari sifat al ‘alim, Maha Mengetahui. Alam
semesta hingga detil-detil terkecilnya, Allah mengetahuinya. Tidak ada satupun
yang tersembunyi dari-Nya. Apapun jenis dan bentuk sedekah, baik sedekah yang
terang-terangan maupun yang tersembunyi Allah juga mengetahuinya. Manusia tidak
perlu khawatir dan meragukan amal-amal baiknya luput dari pengetahuan Allah.
Posting Komentar untuk "Iffah"