Negara dalam Pandangan Al Farabi

Jum'at Berkah

Al Farabi adalah seorang filosof yang lahir di Farab, Kazakhastan pada tahun 870 Masehi. Beliau dikenal sebagai ilmuan, filosof, dan ahli hukum Islam. Ia juga lebih lekat disebut “Guru kedua”, setelah Aristoteles yang mendapat julukan “Guru pertama”.

Salah satu teori yang ditulis, dan secara terus menerus dikaji hingga kini, adalah “al Madinatul Fadlilah”. Ia membayangkan adanya sebuah negara yang sejahtera dan Makmur. Ia menghayal ada sebuah negeri, yang semua orangnya hidup bahagia. Tidak ada kecurangan, tidak ada kejahatan, semua pejabat terbebas dari perilaku korupsi. Tidak ada penderitaan dan kemiskinan. Semua orang berkecukupan dan halal.

Manusia adalah warga negara yang menjadi salah satu syarat pokok terbentuknya negara. Hal itu didasarkan bahwa manusia sebagai makhluk sosial, tidak dapat hidup sendiri dan akan selalu bergantung kepada orang lain. Hubungan antar manusia yang panjang itu kemudian akan membentuk suatu komunitas dan akan menjadi sebuah negara.

Menurut Al-Farabi, negara atau kota merupakan suatu kesatuan masyarakat yang paling mandiri dan paling mampu memenuhi kebutuhan hidup. Selain itu negara juga harus mampu mampu mengatur ketertiban masyarakat. Keberadaan warga negara sangat penting karena warga negaralah yang menentukan sifat, corak serta jenis negara.

Madinatul Fadlilah ibarat tubuh manusia yang utuh dan sehat. Semua anggota badannya saling bekerja sama sesuai dengan fitrah dan kemampuan masing-masing. Semua organ tersebut terkoordinir dengan baik. Rapi, sehingga tercapai kesempurnaan tubuh itu.

Apakah semua itu dapat tercapai? Jauh panggang dari api. Negara, baik yang berbentuk republik, kerajaan, ataupun bentuk-bentuk lainnya, selalu timbul tenggelam. Ada kalanya makmur dan sejahtera, ada pula masanya terpuruk. Semua bertumpu pada keinganan rakyat, seberapa kuat dan tahan dalam keterbatasan. Atau berdiri tegak yang mampu menahan derunya angin dan ketahanan menahan akrobat cuaca.

Kita boleh meratapi terhadap kondisi negeri kita sendiri. Sebab, menurut pengamat, kultur bangsa Indonesia merupakan lahan yang subur untuk berperilaku kejahatan dan kekerasan. Ini semua kesalahan konstruksi masyarakat yang memberi kebebasan kepada orang berkuasa untuk melakukan tata kelola ekonomi dan hukum menurut tafsir mereka.

Yang dibutuhkan saat ini dan di masa depan adalah perjuangan mentalitas melalui penguatan ukhuwah antar anak bangsa. Hal ini merupakan tindakan preventif, agar pembangunan mental dan spiritual bangsa menjadi skala prioritas.

Posting Komentar untuk "Negara dalam Pandangan Al Farabi"