Ghaflah (Lalai)

 

Pada dasarnya, manusia memiliki sifat pelupa atau lalai. Oleh karenanya, manusia harus diingatkan dan dijelaskan, baik yang menyangkut persoalan agama maupun yang adat istiadat dimana dia tinggal. Rasa perhatian dari orang lain dalam mengoreksi itu, agar dapat mendorong untuk bekerja secara ulet dan semangat tinggi.

Ingatan memegang peranan yang penting dalam keagamaan. Ingatan akan selalu membuat kita senantiasa mengingat Allah akan kekuasaan-Nya. Al qur’an sering menyebutkan penyakit batin. Sifat ini dapat mematahkan semangat dalam beribadah, dapat pula menghilangkan kebajikan.

Ghaflah adalah lawan kata dari yaqodzah yang artinya sadar dan ingat kepada Allah. Pelakunya disebut ghafil yaitu orang yang tidak ingat kepada Allah. Orang yang tidak memanfaatkan fasilitas-fasilitas yang diberikan kepadanya, misalnya panca indera (mata, telinga dan hati). Sehingga Allah menamakan mereka dengan sebutan ghafilin.

Kata lalai dapat dibagi menjadi tiga, yaitu nisyan, sahwun dan ghaflah. Nisyan adalah lupa dengan sengaja terhadap tanda kekuasaan-Nya. Sahwun adalah lupa karena hatinya tertarik kepada sesuatu sehingga mengakibatkan lalai terhadap tjuan utamanya. Sedangkan Ghaflah adalah lalai dengan tujuan hidup atau melupakan nikmat yang diberikan oleh Allah.

Mengapa Allah sampai menjuluki ghafilin? Apakah penyakit ini dapat diobati?

Mata, telinga dan hati adalah organ yang dapat memvisualkan. Amanah ini dititipkan kepada manusia. Mata memiliki kemampuan untuk melihat segala sesuatu dalam jangkauan tertentu. Dengan mata, manusia mampu mengambil i’tibar (mengambil pelajaran, pengetahuan, atau hikmah dari fenomena yang diamati. Telinga memiliki kemampuan mendengar setiap suara yang ada di lingkungannya. Demikian pula hati.

Nasehat Rasulullah Muhammad SAW, ada empat penyebab ghaflah. Pertama, hati yang beku. Hati yang beku akan berakibat tidak dapat menyerap hikmah-hikmah melalui mata dan telinga. Kedua, kecenderungan pada perkara maksiat. Pada awalnya, orang merasa berdosa dengan melakukan kecerobohan. Namun karena itu sering diulang, maka perbuatan tersebut seperti kebiasaan. Pada akhirnya sampailah kepada satu titik merasa “bahagia”.

Ketiga, mabuk kenyang. Ini adalah kiasan untuk menggambarkan perilaku yang rakus. Orang yang paling miskin adalah orang yang tidak merasa kenyang. Keempat, keangkuhan akan kekayaan. Mungkin contoh yang paling tepat adalah Qarun. Dia adalah tokoh yang paling dikenal angkuh terhadap kekayaannya. Seorang pria yang kaya raya pada zaman Nabi Musa yang ditenggelamkan ke dalam bumi beserta seluruh hartanya karena kesembongan.

Keempat ciri di atas yang dapat memasukkan seseorang menjadi ghafilin.

 

Posting Komentar untuk "Ghaflah (Lalai)"