Layang layang yang ku sayang
Layang layang yang ku sayang
Jauh tinggi sekali melayang layang
Layang layang benang panjang
Layang layang benang panjang
Ku tarik kencang sekali putus di tangan
Reff:
Layang layang layang layang yang ku sayang
Jauh tinggi melayang akhirnya jatuh di hutan
Benang panjang benang panjang ikut melayang
Hancur lebur berantakan karena datangnya hujan
Bila musim kemarau tiba, dan aliran angin yang deras, dapat dipastikan musim layang-layang tiba. Apalagi hari itu langit membiru cerah, berkumpullah layang-layang aneka warna dan ukuran. Mewakili watak manusia yang mengendalikan.
Angin
diwaktu pagi dan sore hari cukup kencang. Pepohonan tampak mulai membentuk
parabola diterpa derasnya angin. Anak-anak hingga orang dewasa mulai memadati
area persawahan di belakang rumahku. Mereka tak menghiraukan lalu lalang orang
lewat. Mereka konsentrasi menatap awan, sambil mengendarai layang-layangnya.
Dahulu,
sebelum listrik masuk desa, musim layangan seperti bermain di surga. Di sudut
manapun, kami dapat memainkan benang dengan jemari. Dari halaman rumah,
jendela, atap, bahkan dari pohon, ketrampilan memainkan layang-layang tak
terkira. Namun, setelah ada tali tembaga yang menghubungkan rumah ke rumah,
yang membentuk jaring-jaring bagai kandang laba-laba, kebebasan kami jadi
terbatas. Surga yang terbelah. Saya dan kawan-kawan harus mengungsi ke sawah
untuk menghindari jeratan kawat listrik.
Bermain
layangan adalah sikap kelaki-lakian. Manakala layangan telah naik, maka hanya
ada dua pilihan. Membunuh atau dibunuh. Kecuali yang ada ekornya. Di komunitas
kami, layang-layang berekor dianggap masih kelas Taman Kanak-kanak. Nilainya
nol. Bila sampai memutuskan layangan berekor berarti pelanggaran. Tidak ada
hukuman, tapi memalukan. Beraninya cuma dengan anak kecil
Bila
semua jago-jago telah menari-nari di angkasa, melesat tinggi kemudian menukik
tajam layaknya pesawat F-19, maka pertarungan segera mulai. Aneka warna kertas
melukis awan biru. Berbekal benang yang dilumuri tepung dan tumbukan kaca
halus, berharap agar dapat menggunting benang lawan. Sang lawanpun tak gentar.
Ia memiliki modal benang gelasan toko, artinya membeli dari toko. Tak perlu repot-repot
menumbuk kaca, melumuri tepung, mewarnai, mengeringkan, bahkan mungkin
terhindar dari tajamnya benang yang mengakibatkan jari sobek.
Bila
layang-layang sudah berakting, saling mengejek seperti ayam jago yang akan
beradu, dimulailah area pembantaian. Kalau tidak berani, berarti harus
melarikan diri dari daerah pertarungan. Mencari sendiri tempat yang aman. Tidak
ada aturan, harus satu lawan satu. Dapat bertiga atau lebih. Intinya, berani
masuk berani hilang atau menghilangkan.
Saat
layang-layang sudah beradu, disinilah pembuktian benang siapa yang paling
tajam. Benang siapa yang dapat memotong lawan. Bukan hanya benang, kepandaian
sang nahkoda dalam memainkan jemari. Secara nalar, pilot yang jam terbangnya
tinggilah yang akan keluar sebagai jawara. Tapi belum ada jaminan. Sebab
lambaian layang-layang ditentukan oleh angin, tangan pengendali dan tempat kendali.
Ada
selebrasi bagi layang-layang pemenang. Sesaat setelah benang berhasil memukul
mundur lawan, Ia akan mengepakkan sayap terbang ke atas. Mengejek lawan hingga
benang seperti mendekati sembilan puluh derajad. Ia akan menari kekanan dan
kekiri sebagai tanda jawara. Sebaliknya, layang-layang yang putus, ia menjadi
milik umum. Pemilik tidak boleh mengklaim bahwa layang-layang tersebut masih miliknya.
Layang-layang yang putus menjadi tak bertuan. Boleh diperebutkan siapa saja.
Disinilah sesungguhnya kehebohan bermain layang-layang. Berburu layangan putus.
Posting Komentar untuk "Layang-layang"