Ketika Jepang bertekuk lutut terhadap sekutu, sebuah pertanyaan pembuka Kaisar Hirohito kepada komandan perang adalah “Berapa jumlah guru yang tersisa?”. Dari titik ini tampak jelas bahwa kekalahan perang tidak mengakhiri segalanya. Ada celah lain yang dapat membuka tabir agar kelak menang terhadap sekutu dan kawan-kawan.
Ketika
Uni Eropa berada pada ketiak Amerika Serikat, maka yang dilakukan adalah
melibatkan teknokratis dalam mengambil kebijakan penting untuk membangun
puing-puing akibat perang. Elemen ini dianggap penting, karena membangun negara
sama saja dengan membangun budaya. Demikian pula yang dilakukan oleh Tingkok.
Sebagian besa relit politiknya memiliki latar belakang pendidikan di bidang
tekmik atau sains.
Teknokratisme adalah suatu bentuk pemerintahan atau sistem
pengelolaan masyarakat di mana para ahli teknis atau pakar di bidangnya
masing-masing memegang peranan penting dalam pengambilan keputusan dan
kebijakan publik. Keputusan yang diambil didasarkan pada ilmu pengetahuan, data
empiris, dan analisis rasional, bukan pada ideologi, politik, atau kepentingan
ekonomi tertentu.
Ciri-ciri teknokratisme antara lain:
- Kepemimpinan oleh ahli. Posisi-posisi penting dalam pemerintahan dan administrasi diisi oleh individu yang memiliki keahlian dan pengetahuan mendalam di bidang yang relevan.
- Keputusan berbasis data. Kebijakan dibuat berdasarkan riset, data ilmiah, fakta empiris, dan analisis yang objektif.
- Fokus pada efisiensi dan produktivitas. Sistem ini menekankan pada pencapaian hasil yang optimal dengan penggunaan sumber daya yang efisien melalui pendekatan yang rasional dan terukur.
- Netralitas ideologi. Teknokrasi berusaha untuk menghindari bias ideologi, agama, atau kepentingan kelompok tertentu dalam proses pengambilan keputusan.
- Penekanan pada pengembangan teknologi dan inovasi: Sistem ini umumnya mendorong pengembangan dan penerapan teknologi serta inovasi untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
Posting Komentar untuk "Teknokratisme"