Surat al Fatihah,
adalah salah satu nama dari kumpulan surat yang tergabung dalam al Qur’an. Al
Fatihah, sebuah nama yang tidak berdiri sendiri. Ada sebutan lain, selain al
Fatihah, diantaranya al Wafiyah (yang amat sempurna, karena surat ini merupakan
surat yang amat sempurna)
Menurut Syaikh
Muhammad Abduh (1849 - 1905), dalam
kandungan al Fatihah ada lima pokok
pikiran : 1) tauhid, 2) janji dan ancaman, 3) ibadah yang menghidupkan tauhid,
4) penjelasan tentang jalan kebahagiaan 5) pemberitaan atau kisah generasi
terdahulu. Kelima pokok pikiran ini tercermin dalam surat al Fatihah.
Muhammad Abduh juga
berpendapat bahwa surat al Fatihah ini merupakan wahyu pertama yang diterima
oleh Nabi Muhammad saw. Lebih dulu turun bila dibandingkan dengan surat Iqra’.
Dasar pemikirannya adalah telah menjadi Sunnah Allah dalam penciptaan selalu
dimulai dari yang global, baru kemudian disusul dengan bagian demi bagian. Pendapat
ini tidak disetujui oleh mayoritas ulama.
Terlepas dari sepakat
atau tidak sepakat dengan Syaikh Muhammad Abduh, semua menganggap bahwa al
Fatihah merupakan ummul Qur’an. Keistimewaan surat al Fatihah tercermin dari
nama-nama yang disematkan, antara lain : Asy-Syafiyah (penyembuh), ar-Ruqyah
(mantra), al-Waqiyah (pemelihara) dan lain-lain.
Menafsirkan al
Fatihah yang terdiri dari delapan ayat, tidak pernah akan selesai. Seperti
sumur yang tidak habis diambil airnya. Ustadz Bey Arifin, dalam bukunya
“Samudra al Fatihah”, menulis tafsirnya sampai 295 halaman. Prof. M.
Quraish Shihab menulis tafsir al Fatihah sampai 73 halaman, sedangkan Prof.
Hamka dalam tafsir al Azhar, merasa perlu menulis tafsir al Fatihah khusus
satu buku tersendiri yang berjumlah 300 halaman lebih.
Ustadz H. Aly
Aulia, LC, M. Hum menyampaikan tausiahnya dalam sebuah di forum pengajian
Fathul Asrar, hanya ayat ke-5 yaitu Iyyaka
Na’budu wa Iyyaka Nasta’in “, dengan waktu 60 menit terasa belum cukup.
Apabila ditulis, tentu menghabiskan kertas berlembar-lembar.
Kalimat “Hanya
kepada-Mu kami mengabdi”, dapat dijadikan petunjuk bahwa ayat ini bukan
merupakan wahyu yang pertama. Ayat ini baru turun setelah ada sekian banyak
orang yang memeluk agama Islam dan beribadah bersama-sama.
Hanya Allah yang
layak mendapat segala pujian (al hamdu
lillahi rabbi al alamin), sambil menungundang hamba-hamba-Nya untuk
mendekatkan diri (ar Rahman ar Rahim),
dilanjutkan dengan menyebut dirinya sebagai Raja dan Penguasa hari pembalasan (maliki yaum ad-din), maka sangat wajar
jika bila makhluk-Nya menghadap dan mengharap sambil bermohon “kepada-Mu kami
mengabdi dan kepada-Mu kami minta pertolongan.
Iyyaka na’budu wa Iyyaka nasta’in, terdiri
dari dua kata yaitu Iyyaka dan na’budu. Kata Na’budu
diterjemahkan dengan “menyembah, mengabdi, dan taat.” Pengabdian belum
sekedar ketaatan. Seseorang dapat saja tunduk dan taat kepada sesuatu, namun
apa yang dilakukan belum tentu bernilain ibadah. Seseorang yang mengabdi kepada
Allah dengan sepenuh pengabdian akan melaksanakan seluruh perintah Allah dan
menjauhi larangan-Nya.
Wa iyyaka nasta’in (Dan kepada-Mu kami memohon
pertolongan), mengandung dua konskwensi. Pertama,
Si pemohon harus berperan aktif bersama dengan siapa yang kepadanya ia
bermohon demi tercapainya apa yang dimohonkan. Kedua, si pemohon berjanji untuk tidak meminta bantuan kecuali
kepada Allah semata-mata.
Cara untuk meminta
bantuan kepada Allah, antara lain dengan berdoa. Kehidupan manusia, disukai
atau tidak, mengandung penderitaan, kesedihan, dan kegagalan, di samping
kegembiraan dan keberhasilan. Beberapa kejadian tidak dapat dicegah melalui usaha,
kecuali dengan bantuan Allah.
Buku bacaan :
- Tafsir al
Qur’’an al Karim karya Prof. Quraih Shihab
- Samudra al
Fatihah karya Bey Arifin

Posting Komentar untuk "Al Wafiyah (yang amat sempurna)"