Bahasa sederhananya Cultural lag adalah ketertinggalan budaya. Disaat
orang lain berburu informasi terkini, ada orang yang dengan sengaja mengucilkan
diri untuk tidak larut dengan berbagai macam yang berbau modern. Mereka ini
beralasan untuk tidak menjadi pusat perhatian dengan mengikuti trend kekinian.
Dampak yang dirasakan adalah,
mereka tentu menjadi kurang informasi terbaru mengenai kehidupan. Mereka tidak
ingin berinteraksi dengan lingkungan. Orang seperti ini bukan hanya mereka yang
hidup di masa lalu. Untuk saat inipun masih ada. Contohnya, orang yang tidak
berminat memiliki smartphone. Orang itu tentu tak dapat terhubung dengan
manusia lain. Ia asyik dengan kesendirian.
Sosiolog,
William F. Ogburn dalam bukunya Social Change with Respect to Cultue
and Original Nature (1922) mengungkapkan tentang pergeseran budaya.
Budidaya dan pertumbuhan pasti tidak sejalan. Tingkat budaya masyarakat selalu
berbeda, karena faktor pengetahuan, motivasi, lingkungan. Ada budaya yang
tumbuh pesat, sementara yang lain berjalan lambat atau malah justru mengurung
diri.
Ketertinggalan
ini menciptakan situasi di mana inovasi teknologi sudah ada dan digunakan
secara luas, tetapi norma, aturan, dan cara berpikir masyarakat belum siap atau
belum menyesuaikan diri untuk mengelola atau mengontrol teknologi tersebut
secara bijaksana.
Fenomena
ketertinggalan budaya adalah salah satu dari dinamika kehidupan bermasyarakat.
Perubahan budaya menggambarkan apa yang terjadi dalam sistem masyarakat
sendiri. Kata kuncinya memang perubahan.
Singkatnya,
Cultural Lag mengingatkan kita bahwa perkembangan teknologi hanyalah setengah
dari cerita kemajuan. Kemajuan sejati baru tercapai ketika jiwa, akal, dan
etika kolektif suatu masyarakat (budaya non-material) telah berhasil mengejar
dan mengelola inovasi fisik (budaya material) tersebut.

Posting Komentar untuk "Cultural Lag"