Adalah Theodore Levitt, seorang professor ekonom di Harvard Business School yang pertama memopulerkan istilah globalisasi. Lewat artikel yang berjudul "The Globalization of Markets", tahun 1983. Tulisan tersebut berisi bahwa teknologi modern komunikasi dan transportasi telah menghomogenkan selera konsumen di seluruh dunia. Konsumen, memiliki selera yang sama, baik di negara maju maupun berkembang, yaitu mendambakan produk moder yang berkualitas tinggi dan berharga murah.
Meskipun Levitt yang memopulerkan secara luas
di dunia bisnis, perlu diketahui bahwa sebenarnya pada tahun 1944 Ronald
Robertson telah lebih dahulu
memperkenalkan Globalisasi, meskipun bukan dari sisi ekonomi.Roberrtson
justru adalah seorang sosiolog.
Globalisasi tak dapat dihindari dalam bentuk
institusi maupun individu, sebagai sebuah realitas dunia modern. Apa yang
terjadi di sebuah negara akan memengaruhi masyarakat lain di seluruh dunia. Hal
ini menunjukkan bahwa globalisasi terikat dengan interaksi-interaksi
Akibatnya, globalisasi menjarah ke segenap
aspek kehidupan dan menimbilkan implikasi, antara lain:
Teknologi informasi dan telekomunikasi
mengalami perkembangan yang signifikan. Tahun 1980 an menjadi titik pacu
merambahnya informasi. Banyak ahli yang menggambarkan seperti sebuah tetesan
tinta yang jatuh dalam air. Sedemikian cepat, air akan berubah warna. Televisi
menggeser keberadaan radio. Televisi memiliki kelebihan berupa gambar yang
bergerak, sehingga pernah dinobatkan sebagai pengasuh anak-anak setelah orang
tua. Meski televisi tidak mengalami pergeseran, tapi kehadiran internet cukup
menyita perhatian. Saat ini orang lebih suka memanfaatkan internet sebagai
informan.
Interpendensi antar bangsa di era globalisasi
berimplikasi pada standar internasional yang memengaruhi sistem hukum dan
politik. Hukum nasional tak lagi berisi atribut lokal, tapi efek internasional
berimbas ke tata hukum nasional. Dunia politik menjadi semakin terbuka.
Masyarakat yang semula tabu terhadap jargon tertentu, kini dipakai bahkan
menjadi sebuah prinsip. Sentralisasi hukum dan politik memudar dan berganti
menjadi sebuah undang-undang kedaerahan. Lahirnya undang-undang Otonomi Daerah,
tak lepas dari sihir globalisasi.
Teknologi komunikasi menjadi arena pertarungan
budaya yang semakin terbuka. Ruang publik tak hanya menjadi kewenangan
pemerintah saja. Ruang terbuka menjadi ajang dialog antar budaya, yang
melahirkan budaya wacana global. Satu dengan yang lain saling memberi dan
menerima.
Secara sosiologis, globalisasi dapat
menciptakan masyarakat yang lebih terhubung, lebih cair, namun juga rentan
terhadap krisis bersama. Harus diakui pula bahwa globalisasi menciptakan
struktur masyarakat baru, yang bila tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan
jurang pemisah yang makin dalam.
Secara psikologis, globalisasi menawarkan
peluang untuk pertumbuhan identitas, toleransi, dan pengetahuan bersama.
Sebaliknya, globalisasi dapat pula menimbulkan stabilitas mental, kohesi sosial
melalui krisis identitas.
Buku bacaan: “Reproduksi Ulama di Era
Globalisasi” karya Prof. H. Abdurrahman Mas’ud, Ph.D

Posting Komentar untuk "Globalisasi"