Tjokroaminoto Sang Martir

Salah satu tokoh pergerakan yang lahir dari keluarga ningrat adalah Haji Oemar Said Tjokroaminoto (HOS Tjokroaminoto). Beliau dianggap sebagai seorang guru dari beberapa tokoh Nasional. Sebagai panutan dalam melawan ketidak adilan yang terjadi di masyarakat.

Tjokroaminoto lahir dalam lingkungan bangsawan jawa (priyayi), pada tanggal 16 Agustus 1883. Ayahnya, Raden Mas Tjokroamiseno, adalah seorang pejabat Wedana (pejabat pemerintahan kolonial) di Kleco, Madiun. Kakeknya, R.M. Adipati Tjokronegoro, bahkan pernah menjabat sebagai Bupati Ponorogo. Ia juga mendapatkan pendidikan yang baik, termasuk di sekolah pamong praja OSVIA di Magelang.

Meski hidup dalam keadaan berkecukupan, Tjokroaminoto sebenarnya gelisah melihat kondisi sosial yang penuh ketimpangan, Ia memutuskan untuk keluar dari lingkungan yang membuat dia mendapat banyak keistimewaan. Melepas semua atribut yang menempel padanya termasuk gelar “Raden Mas”, yang melekat sejak lahir.

Hal pertama yang dilakukan, menuju ke Semarang untuk bekerja di perusahaan kereta api. Di tempat ini, hanya bertahan bertahan beberapa bulan. Karena tidak ada ketrampilan yang ditawarkan, maka ditempatkan sebagai buruh. Merasa tak betah, ia henkang daro Semarang, dan pindah ke Surabaya menjadi buruh pabrik gula.

Buah dari sekolah di OSVIA, menjadikan ia membaca situasi. Disana tentu diberi pelajaran dan telah akrab dengan buku-buku pelajaran. Dia mulai membaca buku seperti “Das Kapital”, karya Karl Marx. Pertarungan antara alam cita-cita dan realita dari pengalaman bekerja seperti itu, mulailah ia mengajak teman-temannya untuk melakukan perlawanan yang dimulai dari protes kepada perusahaan. Kebetulan, ia bertemu dengan Reizes seorang aktivis sosial demorat yang baru saja dikeluarkan dari negaranya, dan sedang berkunjung ke Surabaya.

Dari seorang buruh, ia berlabuh menjadi seorang pedagang batik bersama istrinya Suharsikin. Kelak istrinya ini justru menjadi tulang punggung ekonomi keluarga, disaat Tjokro berjibaku menjadi seorang politisi.

Salah satu tujuan daerah dagangannya adalah Solo. Lewat interaksi jual beli batik, Tjokro bertemu dengan Haji Samanhudi yang menjadi pioner Sarekat Dagang Islam (SDI). Lewat perkenalan itulah menjadi titik awal Tjokro bermanuver. Dengan pertimbangan yang matang, SDI dimasuki, dan menggulingkan Samanhudi. Pusat pergerakan SDI diboyong ke Surabaya dan berganti nama menjadi Sarekat Islam (SI).

Dikemudian hari, SI pecah menjadi dua, yaitu SI merah yang berpaham sosialisme komunis dan SI putih yang bermazhab sosialisme agama. Perpecahan ini dilakukan justru dilakukan oleh murid Tjokro, yaitu Semaun, Alimin dan Darsono.

Sarekat Islam pecah, sebenarnya tidak perlu terjadi bila mereka mampu merumuskan visi dan misi yang sama. Tetapi paham komunisme yang dibawa oleh Semaun dan Darsono justru melakukan agitasi dalam tubuh SI. Dalam perjalanan sejarah, SI merah berubah menjadi Partai Komunis, dan sangat dekat dengan Soekarno. Presiden pertama yang pada mudanya pernah kos di tempat Tjokroaminoto, yang sekaligus menjadi mentor politiknya.

Di titik inilah Tjokro terlihat sedih dan murung. Selain SI pecah menjadi dua, Ia juga dituduh berbuat korupsi. Tahun 1919 adalah tahun kesedihan, karena istrinya meninggal dunia. Bagi Tjokro, Suharsikin adalah segala-galanya. Tak hanya ibu dari anak-anaknya tapi sekaligus sebagai tulang punggung karena dialah yang menjalankan bisnis batik sebagai penopang ekonomi keluarga.

Pemerintah Hindia Belanda sedang gencar-gencarnya mengeksekusi gerakan yang melawannya. Ditengah himpitan krisis moneter yang terjadi sekitar tahun 1921, Pemerintah juga sedang menghadang gerakan-gerakan kebangkitan nasional, seperti Tjokroaminoto yang dianggap sebagai tokohnya. Maka, Tjokro dijebloskan ke penjara Kalisosok Surabaya.

Sebagai aktivis yang biasa berada di tengah hiruk pikuk massa, kemudian tiba-tiba ditempatkan dalam satu ruang sunyi seorang diri, ditambah tak boleh dijenguk oleh siapapun termasuk keluarga membuat dia mengalami depresi. Tidak hanya katifitas sosial saja yang “dibunuh” sampai kertas dan penapun sekedar untuk membuat catatan tidak disediakan untuknya.

Posting Komentar untuk "Tjokroaminoto Sang Martir"