Sederhana di Mata Filosof

Ditengah gencarnya orang menikmati stoikisme, hidup sederhana yang merupakan akar dari stoikisme menjadi dimensi yang penting dalam membangun kebahagiaan. Hidup sederhana bukanlah mengurangi benda yang dimiliki, melainkan sebuah pilihan yang sejati yang telah diturunkan oleh sikap filosofis. Sederhana merupakan langkah menuju otonomi sejati.

Bagaimana para filosof menuturkan pola hidup sederhana. Frued, Adler dan Jung memberi resep sebagai berikut.

Simund Frued, seorang tokoh sentral pendiri psikoanalisis yang terkenal dengan mantra “ego”. Lahir pada tanggal 6 Mei 1856 di Freiberg, Moravia, Australia-Hongaria (sekarang menjadi bagian dari Cekoslowakia). Frued juga menjadi lokomotif yang mengubah cara filsafat memandang subyek, rasional, dan moralitas manusia abad ke-20.

Frued  tak dapat dilepaskan dari Id (Das Es), Ego (Das Ich) dan Superego (das Ueberich), sebuah teori yang telah mandarah daging, terutama pengikut psikologi psikoanalisis. Temuan ini diarahkan pada pemahaman, penyembuhan dan mencegah penyakit-penyakit mental.

Kesederhanan, menjadi tujuan hidup. Untuk mengarah kesana, maka ego harus ditekan. Karena sesungguhnya dalam diri manusia, terjadi konfik antara keinginan dan kemampuan.

Kehidupan yang "sederhana" adalah kehidupan yang hanya ada di alam bawah sadar yang primitif (Id) dan tidak dapat bertahan di dunia nyata.

Alfred Adler (1870–1937) adalah seorang dokter medis dan psikolog Austria yang dikenal sebagai pendiri aliran Psikologi Individual. Ia adalah salah satu tokoh penting dalam sejarah psikologi yang awalnya merupakan kolega dari Sigmund Freud, tetapi kemudian memisahkan diri karena perbedaan pandangan mendasar.

Bagi Adler, kesederhanaan adalah keberanian untuk memilih hidup yang penuh kontribusi, mengakui bahwa semua masalah pada dasarnya adalah masalah hubungan interpersonal, dan oleh karena itu, kebahagiaan ditemukan bukan dalam meraih superioritas atas orang lain, melainkan dalam perasaan kesatuan dan bermanfaat bagi komunitas. Ini bukan tentang hidup miskin, melainkan tentang kebebasan psikologis dari tuntutan ego yang rumit dan obsesi akan pengakuan orang lain.

Kerangka psikologi individual menjelaskan bahwa "kesederhanaan" bukanlah semata-mata soal kepemilikan materi yang sedikit, melainkan sebuah kerangka filosofis dan psikologis untuk menjalani hidup yang efektif, bermakna, dan bebas dari komplikasi yang diciptakan sendiri.

Carl Gustav Jung memandang bahwa kesederhanaan merupakan hasil alami dari proses psikologi yang kompleks, yang disebut Individuasi. Pendapat ini tak dapat lepas dari pengalaman sejak kecil. Jung adalah anak tunggal dari seorang ayah yang pendeta dari Gereja Reformisi Swiss. Kakeknya adalah pendiri Rumah Sakit Mental.

Bagi Jung, kesederhanaan bukanlah tentang melepaskan kepemilikan materi, melainkan tentang mengintegrasikan kompleksitas internal sehingga subjek (Self) menjadi terpusat, jelas, dan stabil. Kesederhanaan adalah “kesederhanaan batiniah”.

Seorang individu yang berindividuasi memiliki kehidupan yang sederhana dalam arti kekuatan yang terpusat dan tujuan yang jelas, karena energi psikisnya tidak lagi terbagi oleh konflik, kepalsuan, atau keinginan untuk menjadi orang lain. Menurut Jung adalah kesederhanaan batiniah yang muncul akibat dari dari penerimaan diri secara total.

Kesederhanaan Jungian adalah keutuhan (wholeness), sebuah keadaan di mana kompleksitas batin telah diselaraskan dan Ego melayani kebijaksanaan diri. 

Posting Komentar untuk "Sederhana di Mata Filosof"