Mencermati penuturan Prof. Dr. Ing. Imam Robandi dalam forum (kaget) kepala sekolah di Kota Yogyakarta, menarik untuk disimak. Saya sebutkan kaget karena memang tidak direncanakan secara matang. Satu dan lain hal kesibukan beliau, maka saat lawatan ke Yogyakarta tak disia-siakan oleh kepala sekolah Muhammadiyah se Yogyakarta.
Salah satu yang saya
cermati adalah, sekolah mesti memiliki naluri berdagang. Kata dagang lebih
tepat dikatakan jualan, sangat tidak lazim bila yang melakukan lembaga
pendidikan. Pendidikan, bagi sebagian orang masih merujuk pada institusi sebagai
wahana transfer nilai dan ilmu. Sangat jauh bila bersentuhan dengan penjualan.
Namun kata pak Robandi, kalau sekolah ingin eksis dilingkungan masyarakat salah
satu yang harus dilakukan dengan berjulan.
Ada beberapa produk yang
bisa dilakukan dalam melakukan penjualan.
1. Kartu Nama. Hari
gini mungkin ada orang akan tertawa bila dimintai kartu nama. Kartu nama tidak
identik dengan jaman digital. Kartu nama mungkin masih pas bila disertakan
dengan kado atau amplop untuk menyumbang.
Ternyata anggapan itu
keliru. Disaat gadget merambah disetiap sudut kehidupan, kartu nama masih
memegang penting sebagai sarana informasi. Dalam sebuah kartu nama terdapat informasi
nama, alamat rumah, alamat kantor, mail, dan blog. Sebuah papan nama yang hanya
berukuran 90 mm x 55 mm, namun bisa memuat semua informasi pribadi.
2. Majalah. Meskipun
media on-line kemajuannya sangat cepat dan cara memperoleh informasi hanya dengan
sekali sentuh, tapi majalah tetap ada di sudut hati tersendiri. Majalah tidak
bisa hilang begitu saja. Karena majalah sebagai dokumen tertulis yang bisa
dijadikan untuk referensi dalam menulis karya ilmiah misalnya.
Majalah sekolah,
disamping sebagai media promosi, majalah juga sebagai wahana untuk mengukur
tingkat akdemis. Baik itu siswa, guru ataupun orang yang terlibat secara
langsung dengan sekolah yang bersangkutan.
3. Papan Promosi.
Belanja iklan pada perusahaan-perusahaan besar dapat mencapai 30% dari total
biaya produksi. Artinya, bila sebuah produk diluncurkan dengan memakan biaya 1
milyar, maka biaya promosinya bisa mencapai angka Rp. 300 juta. Karena promosi
merupakan salah satu faktor penunjang tingkat penjualan.
Tidak jauh berbeda
dengan lembaga pendidikan. Jual muka lewat media spanduk, baliho yang
diletakkan pada tempat-tempat yang strategis, sangat berpengaruh terhadap input
calon siswa baru. Dari pada berselancar lewat web, lebih baik melihat papan
nama yang tersebar di pinggir jalan sambil berkendaraan. Bila tertarik, Ia akan
mencatat nomor telepon atau web yang bisa dikunjungi.
4. Kalender. Setiap
menjelang tahun baru, saya hampir selalu menerima tidak kurang dari 5 buah
kalender. Dari berbagai lembaga, baik perusahaan maupun dari lembaga sosial.
Intinya satu. Promosi.
Sekolah memiliki tempat
yang strategis sebagai promosi face to face. Mengapa demikian? Karena setiap
siswa hampir pasti akan diberi sebuah kalender yang lengkap dengan sarana dan
macam kegiatan dalam satu tahun. Diharapkan siswa akan memasang kalender di
rumah masing-masing. Bila dalam satu rumah ada 5 orang, berarti ada 4 orang
akan melihat kalender sekolah. Kalau di sekolah ada 400 siswa berarti ada 2000
pasang mata akan menatap kalender sekolah. Belum lagi bila ada sanak saudara
atau tamu yang berkunjung ke rumah.
Posting Komentar untuk "Sekolah Harus Memiliki Jiwa Dagang"